Cari Blog Ini

Sabtu, 27 Oktober 2012

Hukum Acara Pidana

A. Pengertian Hukum Acara Pidana

Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana adalah peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara alat-alat perlengkapan pemerintah melaksanakan tuntutan. memperoleh Keputusan Pengadilan, oleh siapa Keputusan Pengadilan itu harus dilaksanakan, jika ada seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perbuatan pidana.

Perbedaannya dengan Hukum Pidana adalah Hukum Pidana merupakan peraturan yang menentukan tentang perbuatan yang tergolong pidana , syarat-syarat umum yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dikenakan sanksi pidana, pelaku perbuatan pidana yang dapat dihukum, dan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku perbuatan pidana.

Hukum Acara Pidana memberikan petunjuk kepada aparat penegak hukum bagaimana prosedur untuk mempertahankan hukum pidana materiil, bila ada seseorang atau sekelompok orang yang disangka/dituduh melanggar hukum pidana.
Hukum Acara Pidana disebut Hukum Pidana Formil ( Formeel Strafrecht ), sedangkan Hukum Pidana disebut sebagai Hukum Pidana Materiil ( Materieel Strafrecht ).Jadi, kedua hukum tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat.

Hukum Acara Pidana mempunyai tugas untuk:

  1.  Mencari dan mendapatkan kebenaran materiil
  2. Memperoleh keputusan oleh Hakim tentang bersalah tidaknya seseorang atau sekelompok orang yang disangka/didakwa melakukan perbuatan pidana
  3. Melaksanakan keputusan Hakim
Hukum Acara Pidana bukan semata-mata penerapan Hukum Pidana, tetapi lebih menitikberatkan pada proses dari pertanggungjawaban seseorang atau sekelompok orang yang diduga dan/atau didakwa telah melakukan perbuatan pidana.

B. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana

Hukum Pidana memuat tentang rincian perbuatan yang termasuk perbuatan pidana, pelaku perbuatan pidana yang dapat dihukum dan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar hukum pidana.
Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang harus dilalui oleh aparat penegak hukum dalam rangka mempertahankan hukum pidana materiil terhadap pelanggar nya.
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kedua hukum tersebut saling melengkapi karena tanpa hukum pidana, hukum acara pidana tidak berfungsi. Sebaliknya tanpa hukum acara pidana, hukum pidana juga tidak dapat dijalankan.

Fungsi dari Hukum Acara Pidana adalah mendapatkan kebenaran materiil, putusan hakim, dan pelaksanaan keputusan hakim.

C. Asas-Asas Hukum Acara Pidana

  1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan : Proses peradilan dilaksanakan secara praktis & tidak bertele-tele. Terjadi keterlambatan dalam proses penyelesaian kasus pidana secara sengaja adalah penyiksaan terhadap hkm dan martabat manusia.
  2. Asas Praduga Tidak bersalah ( Presumption of Innocence) : Seseoerang yang diduga melakukan perbuatan pidana, harus dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan peradilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa dia terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (dan Penjelasan Umum butir 3c KUHAP.
  3. Asas Oportunitas : Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan perbuatan pidana demi kepentingan umum. Artinya yang menuntut hanya Jaksa. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 yang isinya  Jaksa Agung dapat mengesampingkan suatu perkara demi kepentingan umum. Kepentingan umum artinya kepentingan negara dan masyarakat, bukan kepentingan pribadi
  4. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum : Terbuka artinya boleh dilihat masyarakat kecuali perbuatan pidana yang menyangkut kesusilaan dan dakwaan anak dibawah umur. Khusus pada saat putusan hakim dibacakan, harus tetap terbuka untuk umum. Dasar Hukumnya : Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 (Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004) dan Pasa 195 KUHAP. Pasal-pasal tersebut menentukan bahwa: Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
  5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim : Kedudukan semua orang sama, tidak ada pembedaan maka mereka harus diperlakukan sama. Dasar Hukumnya: Pasal 5 ayat (1) No.14 Tahun 1970 (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004), bahwa Pengadilan mengadili menurut  hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
  6. Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap : Yang berhak memutuskan salah atau tidak perbuatan yang dilakukan terdakwa adalah hakim. Dasar Hukumnya : Pasa 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 ( Sekarang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004), bahwa Hakim yang bertugas untuk memeriksa dan memutuskan perkara adalah hakim-hakim yang diangkat oleh Kepala Negara sebagai hakim tetap.
  7. Asas Tersangka dan Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum : Tersangka/terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas. Dasar hukumnya adalah Pasal 69-74 KUHAP. a) Bila tersangka/terdakwa adalah orang tidak mampu maka negara harus menyiapkan seorang penasehat hukum baginya ( ini berlaku baik pidana maupun perdata ). b) Tersangka yang diancam pidana 5 tahun penjara atau pidana mati, yang tidak mampu, yang tidak punya penasehat hukum, wajib didampingi penasehat hukum. c) seseorang (terdakwa) boleh tanpa penasehat hukum asal menyatakan tidak mau ada penasehat hukum (Asalkan bukan diancam pidana 5 tahun penjara atau pidana mati)
  8. Asas Akusator dan Inkisitor : Asas akusator memberikan kedudukan sama pasa tersangka/terdakwa terhadap penyidik/penuntut umum maupun hakim, oleh karena dalam pemerikdaan tersangka/terdakwa merupakan subjek, sedangkan asas inkisitor adalah yang menjadikan si tersangka objek dalam pemeriksaan pendahuluan. Asas inkisitor ini dianut oleh HIR (Herzeine Indonesisch Reglement), waktu itu tersangka hanya dijadikan alat bukti karena biasanya diharapkan pengakuannya.
  9. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan dengan Lisan : Pemeriksaan sidang di pengadilan yang dilakukan hakim terhadap terdakwa dan para saksi. Dasar hukumnya adalah Pasal 154 dan 155 KUHAP. Kecuali bila in absentia , artinya suatu perkara diputuskan tanpa hadirnya terdakwa. Pemeriksaan dengan in absentia sering terjadi pada acara pemeriksaan perkara korupsi, narkotika, tindak pidana ekonomi, dan subversi ( tindak pidana khusus ).

D. Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana

  1. Tersangka dan Terdakwa
  2. Polisi
  3. Penuntut Umum ( Jaksa )
  4. Hakim
  5. Penasehat Hukum

E. Sistem Peradilan Pidana

  1. Pemeriksaan pendahuluan
  2. Pemeriksaan dalam sidang pengadilan
  3. Putusan pengadilan
  4. Pelaksanaan putusan pengadilan

F. Alat Bukti Dalam Perkara Pidana

  1. Keterangan saksi
  2. Keterangan Ahli
  3. Keterangan Petunjuk
  4. Keterangan Terdakwa
  5. Surat

Tidak ada komentar: